Sunday, June 14, 2009

Saling Klaim Perdamaian Aceh (Pengamat: Itu Risiko Perpecahan Politik SBY-JK)

Jakarta - Klaim Jusuf Kalla (JK) terhadap sukses perdamaian di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dianggap tidak melanggar etika pemerintahan. Sebab pemerintahan sekarang sedang demisioner. Jadi baik SBY maupun JK tidak lagi dilihat sebagai pasangan presiden dan wakil presiden.

"Mereka berduan saat ini posisinya setara. Keduanya sama-sama sebagai politisi yang sedang bersaing di pilpres. Jadi kalau kubu SBY menuding JK melanggar etika pemerintahan, tidak relevan," jelas pengamat politik UI Rocky Gerung melalui pesan singkatnya kepada detikcom, Minggu (14/6/2009).

Dikatakan Rocky, sebelumnya SBY juga pernah beberapa kali menyinggung JK. Baik saat deklarasi maupun di masa kampanye pilpres.

Jadi, Menurut Rocky, aksi saling serang antara SBY-JK merupakan sebuah risiko bila perpecahan politik didasari masalah personal antar mereka berdua.

"Biar saja dua politisi itu berkampanye sebagai sesama kandidat. Toh realitas kabinet dan pemerintahan kenyataannya sudah terbelah. Jadi mulailah dengan realitas itu. Bukan dengan analisa normatif tentang etika pemerintahan," tandasnya.

Sebelummnya, Sabtu (13/6/2009), Jusuf Kalla melontarkan kritikan terbuka kepada SBY mengenai siapa yang paling berjasa di balik suksesnya perundingan damai Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). JK menyampaikan hal itu saat berbicara di Anjong Monmata, Banda Aceh.

"Coba periksa, tidak ada tandatangan siapapun kecuali tanda tangan saya di dalam perjanjian perdamaian Helsinki. Saya pernah minta tandatangan soal partai lokal, tetapi presiden tidak mau. Akhirnya saya yang menandatangani dengan segala risiko setelah 10 kali saya membaca surat Yasin bersama istri saya," kata JK saat itu.

Namun kubu SBY menampiknya, dengan mengatakan semua tindakan yang dilakukan
wapres JK dalam perdamaian di NAD, atas perintah SBY.

0 comments:

Post a Comment

 

©2009 Kabar Harian | by TNB