Thursday, June 18, 2009

Prabowo: Negara Demokrasi Kok Nolak-nolak Iklan!

Ditolaknya beberapa versi iklan politik Megawati-Prabowo oleh sejumlah stasiun televisi dinilai sebagai bentuk ketidakadilan. Prabowo mengatakan, penolakan tersebut merupakan salah satu bentuk dari kolusi.

"Negara demokrasi kok nolak iklan. Bagi saya tidak adil. Ini berbau kolusi," kata Prabowo, Rabu (17/6) di kediaman Mega, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat.

Salah satu iklan pasangan yang diusung PDI Perjuangan-Gerindra yang ditolak untuk ditayangkan bertitel "Bangkrut". SCTV, salah satu televisi yang menolak untuk menayangkan, menyatakan iklan tersebut berbau provokasi.

Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung mengatakan, iklan politik Mega-Prabowo hanya menyampaikan fakta dan data-data yang sebenarnya. "Kami sangat menyesalkan apa yang terjadi. Apa yang kami sampaikan adalah fakta. Mungkin karena dianggap bisa membangun opini sebenarnya sesuai fakta, ada yang resah sehingga melakukan intervensi," kata Pramono.

Tim kampanye Mega-Prabowo, kata Pram, menyerahkan sepenuhnya pada penilaian rakyat. "Kita tidak tahu siapa yang melakukan pencegahan penayangan iklan itu. Kami menyerahkan pada rakyat untuk menilai. Tapi seharusnya ada perlakuan adil pada siapa saja," ujarnya.

SCTV: Iklan "Bangkrut" Mega-Pro Provokatif

Stasiun televisi SCTV disebut-sebut sebagai salah satu media yang menolak untuk menayangkan materi iklan kampanye capres/cawapres Megawati-Prabowo.

Budi Darmawan yang membawahi departemen humas di SCTV mengakui, pihaknya menerima sejumlah materi iklan dari pasangan Megawati-Prabowo. Namun, karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, tidak semua materi iklan tersebut diterima untuk ditayangkan.

"Yang saya lihat waktu itu, ada dua materi iklan. Salah satunya menampilkan gambar incumbent yang bilang 'bangkrut', padahal kalimat itu belum selesai, lalu iklan tersebut dilanjutkan dengan hal lain. Kami sih melihat ini ada potensi melanggar UU tentang Pemilu," kata Budi Darmawan melalui percakapan per telepon, Rabu (17/6) sore.

Jika mengacu kepada UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wapres, memang terdapat pasal-pasal yang melarang sejumlah hal yang berkaitan dengan kampanye. Misalnya pada pasal 41 (1c) yang disebutkan bahwa kampanye tidak dapat mengandung unsur penghinaan terhadap pasangan lain. Atau, ada pasal yang melarang iklan yang dapat dikategorikan mengganggu pembaca/pemirsa (pasal 51).

"Jadi waktu itu karena kami dapat dua materi iklan yang roh-nya sama, maka kami tidak memilih yang 'Bangkrut' karena kami melihat ada potensi-potensi provokasi, potensi rame-lah. Kami memilih alternatif iklan yang satunya lagi," sambung Budi lagi.

Lebih jauh Budi menegaskan bahwa proses pemilihan yang dilakukan terhadap materi iklan kampanye capres tidak hanya diberlakukan terhadap pasangan Megawati-Prabowo. "Kami juga melakukan proses pemilahan tersebut pada materi-materi iklan pasangan-pasangan lain. Pasangan JK-Wiranto pun sempat mengalami ini. Sebab, kami menilai iklan tersebut membanding-bandingkan pasangan satu dengan yang lain," kata Budi.

Secara etika, dalam dunia periklanan, kata Budi, membandingkan sebuah produk dengan produk lainnya dalam iklan merupakan hal yang melanggar etika. "Misalnya kami bilang media ini lebih bagus dibanding media itu, atau mi ini lebih enak dibanding mi itu. Ya, capres-cawapres pun kami memandangnya seperti itu," kata Budi.

Bahkan, untuk pasangan incumbent SBY-Boediono pun, SCTV pernah tidak meloloskan permintaan mereka terkait dengan masalah iklan kampanye. "Waktu itu tim mereka meminta agar iklan ditayangkan sebelum azan maghrib. Kami menolak, karena menurut kami, apa ya? Ya, semacam memadankannya dengan agama lah. Makanya kami tolak," ujar Budi.

Budi menegaskan, pada dasarnya pihak SCTV menghormati dan menghargai tim-tim yang terkait dengan seluruh pasangan capres-cawapres. "Kami pun sebagai media tentu akan menjaga kredibilitas kami. Selain itu, kami pun harus bertanggung jawab untuk setiap materi yang tayang. Jangan sampai kami terseret dengan pelanggaran undang-undang," tandas Budi.

Bawaslu Diskriminatif kepada JK-Wiranto?

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Capres JK-Wiranto, Yuddy Chrisnandi menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah bersikap diskriminatif terhadap pasangan capres JK-Wiranto karena melaporkan pasangan tersebut ke Polri.

"Sekalipun kami menganggap Bawaslu telah bertindak diskriminatif terhadap capres JK-Wiranto namun beliau insyaalloh akan datang jika dipanggil, sebagai komitmen atas penegakan hukum," kata Jubir Tim Kamnas capres JK-Wiranto Yuddy Chrisnandi di bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta, Jumat (19/6).

Pernyataan Yuddy tersebut diungkapkan ketika ditanya soal pengaduan Bawaslu ke Polri terhadap Capres M Jusuf Kalla dan cawapres Wiranto karena dinilai bertanggungjawab atas nama-nama tim kamnas yang di dalamnya terdapat pejabat BUMN.

Menurut Yudhy, Bawaslu dinilai bersikap diskriminatif karena pasangan capres JK-Wiranto dilaporkan sementara pasangan capres lain yang capres SBY-Boediono tidak. Meskipun tambah Yuddy pasangan capres SBY-Boediono justru lebih banyak pejabat BUMN yang dimasukkan dalam tim kamnas. "Capres lain (SBY-Boediono) lebih banyak memasukkan pejabat BUMN. Memang alasannya JK-Wiranto yang menanda tangani. Padahal tanggungjawab keseluruhan tim kamnas ada di capres," kata Yuddy.

Mega-SBY-JK Dapat Nilai "A Minus"

Debat capres pertama yang berlangsung malam tadi mulai menuai berbagai komentar. Respons yang muncul ternyata rasa tidak puas dan kecewa terhadap performa tiga capres, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Jusuf Kalla.

Ahli Filsafat Politik UI, Rocky Gerung, bahkan memberikan nilai "A minus" untuk ketiganya. Namun jangan salah, nilai A minus yang diberikan bukan mendekati nilai sempurna, A.

"Saya beri nilai A minus. A untuk sopan santun, minus untuk materi atau substansi debat. Tidak ada yang berbekas dalam memori saya, apa yang mereka sampaikan," kata Rocky, pada diskusi "Setelah Debat Capres Pertama", di Gedung DPD, Jakarta, Jumat (19/6).

Padahal, menurut dia, debat seharusnya bisa meninggalkan kesan dan memori bagi yang menyaksikannya. "Yang ada hanya menjawab pertanyaan moderator. Akhirnya hanya menjadi tontonan apa adanya. Publik dipukau dengan balutan debat, padahal yang ada hanya 'silaturahim palsu'," ujar Rocky.

Dalam sebuah debat, sejatinya ditampilkan sinisme sehingga debat akan semakin 'hidup'. Pendapat yang sama juga diutarakan anggota DPD, I Wayan Sudirta. Wayan menilai, jalannya debat lebih kental dengan dukung-mendukung.

"Bukan debat, yang tadi malam itu. Hal yang dibicarakan pun sifatnya sangat normatif. Sama saja seperti murid mendengarkan gurunya berbicara. Kita semua pasti akan berharap debat lebih menarik," ujar wakil dari Provinsi Bali ini.

Ia juga menambahkan, suasana kehati-hatian dari masing-masing calon sangat menonjol. Padahal, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan moderator, Anis Baswedan, menurut Wayan, cukup luar biasa dan bisa ditanggapi dengan sesuatu yang konkret.

Debat Capres Belum Jamin Pengaruh dalam Suara Pemilih

Direktur Ekskutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardani, mengatakan pelaksanaan debat calon presiden (Capres) belum bisa menjamin akan mempengaruhi suara pemilih secara signifikan. "Saya belum menjamin apakah debat seperti ini akan bisa mempengaruhi pilihan pemilih di bilik suara saat pemilihan presiden," katanya, di Jakarta Kamis (18/6) malam.
Menurut Sri budi Eko Wardani, rata-rata pemilih di Indonesia atau sekitar 60 persen lebih sudah ada pilihannya. Pemilihan politik masyarakat sekarang ini sudah relatif stabil, mungkin hanya sekitar 10 persen yang berubah-ubah atau belum mantap.
"Debat seperti ini, paling hanya menjadi perbincangan di masyarakat seperti Capres ini seperti itu, tetapi untuk menentukan pilihan lain lagi," katanya.
Kendatipun demikian, dia mengatakan, debat Capres seperti itu sangat penting dilakukan.
Sebab dalam jangka panjang, akan membangun daya kritis dari pemilih, supaya mereka akan mengetahui lebih dulu tentang pemimpin tersebut. Seperti bagaimana pemimpin itu menangani suatu masalah, bagaimana tata bahasa yang digunakan dalam menghadapi berbagai pertanyaan.
"Sehingga budaya debat ini harus terus dibangun," katanya. Dia mengatakan, forum debat adalah sangat baik untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang visi dari masing-masing Capres.

Debat Tanpa Perdebatan

Perdebatan antarcalon presiden justru tidak muncul dalam acara debat calon presiden yang berlangsung di Studio Trans Corporation, Jakarta, Kamis (18/6). Debat diadakan Komisi Pemilihan Umum.

Debat yang diikuti calon presiden Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan M Jusuf Kalla itu berlangsung datar, menyerupai tanya jawab karena tidak muncul pandangan yang bisa menunjukkan perbedaan pendapat dan program masing-masing calon.

Debat capres putaran pertama itu bertemakan ”Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih serta Menegakkan Supremasi Hukum dan Hak Asasi Manusia”. Diagendakan lima kali debat, tiga di antaranya diikuti capres dan dua lainnya oleh calon wakil presiden.

Debat yang dipandu Rektor Universitas Paramadina, Jakarta, Anies Rasyid Baswedan itu dibagi atas empat tahapan, yaitu penyampaian visi-misi, pendalaman, diskusi dengan kesempatan calon menanggapi pandangan calon lain, serta penutup. Pada sesi ketiga, saat calon diberi kesempatan menanggapi pendapat calon lain, kesempatan untuk ”menyerang” itu tidak dipergunakan mereka.

Misalnya, ketika menyoal perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri, Megawati menyatakan akar masalah ada di dalam negeri sehingga perlindungan harus dimulai dari dalam negeri. SBY menanggapinya dengan menyatakan ”setuju 200 persen”. Kalla juga menyebut apa yang disampaikan Megawati dikerjakannya saat ia menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada masa pemerintahan Megawati.

Ketika diberikan kesempatan menanggapi balik, Megawati hanya berujar singkat, ”Semua ngikut saya.”

Dalam sesi kedua, Anies melontarkan tiga pertanyaan terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, anggaran pertahanan, dan penyelesaian kasus lumpur Lapindo Brantas. Kalla dan Megawati menekankan agar RUU itu bisa dirampungkan maksimal September 2009 oleh DPR periode sekarang. SBY menyebutkan, jika tidak bisa selesai, presiden punya hak menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

”Saya sependapat dengan Pak SBY karena yang bisa membuat perppu Pak SBY,” kata Kalla.

Soal anggaran pertahanan, Kalla menyebutkan, salah satu upaya membangun militer yang kuat adalah dengan mengupayakan pemenuhan alat utama sistem persenjataan dengan produk dalam negeri. Ia pernah memerintahkan PT Pindad memproduksi 150 panser. SBY lebih menekankan peningkatan anggaran pertahanan secara bertahap. Kebutuhan minimal mencapai Rp 120 triliun, tetapi tahun 2009 baru mencapai Rp 35 triliun.

Tebarkan janji

Jawaban yang disampaikan ketiga capres, semalam, juga masih bersifat umum, seperti menyampaikan janji mereka kepada masyarakat. Megawati menyampaikan, untuk menuju pemerintahan yang mengayomi masyarakat, harus dilakukan reformasi birokrasi. ”Pada saat saya menjadi presiden, saya pernah mencoba melakukan reformasi birokrasi ini, birokrasi diperbaiki, kesejahteraan juga perlu ditingkatkan,” katanya lagi.

Di sisi lain, SBY mengawali dengan pertanyaan tentang pentingnya pemerintahan yang baik. ”Sebagian sasaran tercapai, tetapi ada yang belum tercapai. Dalam situasi krisis global, oleh banyak negara kita dianggap lebih siap. Kondisi kita sekarang lebih baik dibandingkan 11 tahun yang lalu,” ungkapnya.

Kalla mengungkapkan mengenai pemerintahan yang efektif dan bersih mulai dari tingkat pusat sampai daerah, mulai dari presiden sampai lurah. ”Kita harus mempunyai sistem pemerintahan yang efektif dari atas sampai ke bawah, tetapi aspirasi harus digali dari bawah ke atas,” katanya.

Ruangan untuk debat juga penuh sesak dengan undangan. Tim sukses ketiga pasangan capres-cawapres, pejabat negara, tokoh masyarakat, sampai dengan artis dan pengusaha ikut menyaksikan debat itu.

Lebih menjanjikan

Secara terpisah, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim di Jakarta, Kamis, menilai, meski ketiga capres menunjukkan intensi terhadap persoalan HAM masa lalu dan masa kini, Kalla memiliki perhatian lebih dengan membuka peluang pada proses penegakan dan pemenuhan keadilan bagi korban pelanggaran HAM. Selain mengakui ada pelanggaran HAM masa lalu, Kalla tidak hanya melihat proses rekonsiliasi sebagai sarana, tetapi juga membuka peluang pengadilan HAM.

”Hal itu ditunjukkan Kalla dengan mengatakan, jika ada yang salah dan ada bukti yang kuat, harus diadili,” papar Ifdhal. Dengan pernyataan itu, Kalla melakukan pendekatan distributif atas penanganan kasus pelanggaran HAM.

SBY, papar Ifdhal, mengakui adanya kompleksitas dalam penyelesaian kasus HAM dan menawarkan langkah rekonsiliasi untuk menanganinya. Namun, kritik atas pernyataan SBY adalah mengapa pendekatan rekonsiliasi diungkapkannya saat ini.

Selama masa pemerintahannya, pendekatan itu tidak tampak dilakukan, bahkan pengajuan nama calon anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi berhenti di meja Presiden. Menurut Ifdhal, hal itu menunjukkan ambiguitas SBY.

Jawaban Megawati terkait kasus Lapindo, yang menyatakan pemerintah harus tegas, selayaknya lebih dijelaskan bentuk-bentuknya. Untuk semua perkara terkait dengan HAM, Ifdhal berpendapat, Megawati memberikan jawaban normatif.

Anggota Komisi Penyiaran Indonesia, Izzul Muslimin, menuturkan, debat capres-cawapres semestinya dapat disiarkan stasiun televisi lain. TVRI sebagai lembaga penyiaran publik disayangkan juga tak menyiarkan debat itu.

Fadli Zon: Kami Yakin Masyarakat Terima Mega

Sekretaris I Tim Kampanye Nasional pasangan capres-cawapres Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, Fadli Zon, mengatakan, penampilan Mega pada acara debat capres putaran pertama yang berlangsung di studio I Trans TV, Kamis (18/6) malam, mampu memukau masyarakat. "Bu Mega menyampaikan visi-misi dan program aksi dengan jelas. Bu Mega menjawab pertanyaan-pertanyaan dari moderator secara baik, serta mengungkapkan solusi-solusi terhadap berbagai persoalan negara," ujar Fadli seusai menghadiri debat capres, Kamis malam.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengaku bangga dengan penampilan ketiga capres Kamis malam. "Ketiganya sungguh-sungguh menampilkan diri sebagai negarawan. Semoga suasana menjelang pilpres aman dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.

Ketua KPU: Kami Evaluasi Debat Capres

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary mengatakan, debat calon presiden putaran pertama yang berlangsung pada hari Kamis (18/6) malam di studio I Trans TV, secara umum, berjalan dengan baik. Masing-masing capres menunjukkan sikap kenegarawanan dan keteladannya.

"Yang menarik, masing-masing capres terlihat saling menghargai satu sama lainnya. Mereka juga lebih mengutamakan visi-misi, program kerja, dibandingkan emosi. Semoga hal ini dapat terus berlangsung hingga tanggal 8 Juli mendatang," ujar Abdul kepada para wartawan di Gedung Trans TV.

Namun demikian, kata Abdul, ada beberapa hal yang akan KPU evaluasi, misalnya terlalu banyaknya jeda iklan sehingga acara menjadi kurang padat. Terkait pernyataan sejumlah pengamat politik yang mengatakan debat capres berlangsung monoton, Abdul mengatakan begitulah adanya.

"Ini memang mekanisme debat kita," ujarnya. Bagaimana dengan peluang pertanyaan terbuka? "Pertanyaan audiens dapat berpotensi melenceng dari topik yang ditentukan dan bahkan menyudutkan," kata Abdul.

Pengamat: Debat Capres Kok Three in One

Pelaksanaan debat capres, Kamis ( 18/6 ) malam ini mengundang komentar pengamat politik. Pengamat politik LIPI syamsuddin Haris menilai debat capres perdana ini masih jauh dari harapan. Menurutnya, tiga capres memiliki visi yang sama dalam membangun bangsa kedepan.

"Penilaian saya seperti judul kolom saja, konsep capres ini 3 in 1. Ada 3 capres tetapi 1 visi, dan 1 platform. Bisa bayangkan tadi yang satu bilang A, yang lain setuju. Yang satu bilang B yang lain setuju. Padahal saya tadinya membayangkan sesuatu yang lebih signifikan," kata Syamsuddin, seusai Nonton Bareng, di Media Center KPU, Jakarta, Kamis ( 18/6 ).

Ketiga capres menurutnya, hanya memaparkan daftar keinginannya kedepan tanpa memberikan solusi dan teknis yang jelas atas permasalahan yang ada. "Tidak ada solusi yang jelas terukur dan memiliki time frame yang jelas. Wajar saja kalau isi kampanye capres kita itu hanya sindir menyindir sebab miskin ide, miskin gagasan," kata Syamsuddin.

Hal senada juga disampaikan Direktur Pusat Kajian Politik UI Sri Budi Eko Wardani. Menurutnya, masing-masing pasangan calon terlalu santun untuk mengomentari pikiran lawan politiknya sehingga tidak ada hal konkret yang dikritisi.

"Masih debat perrtama, masih santun untuk mengomentari pikirna masing," ujarnya.

Ia kemudian merinci, dalam debat ini SBY lebih unggul dibandingkan dua capres lainnya. Sebab, SBY memiliki pemahaman yang cukup dalam bidang politik, hukum, Dan HAM. "SBY memiliki keunggulan dan menguasai dengan data," cetusnya.

Sedangkan capres yang diusung PDIP, Megawati dinilai kurang bisa mengkritisi secara tajam beberapa poin penting yang seharusnya bisa menguntungkannya.

Kalau JK, lanjutnya, selalu memberi catatan-catatan penting tentang kemandirian, dan selalu menegaskan kata-kata efektif dalam setiap jawabannya. "Namun, tidak dijabarkan bagaimana konkretnya,"pungkasnya.

Usai Debat, JK Serahkan Masyarakat untuk Menilai

Calon presiden M Jusuf Kalla, yang juga wakil presiden RI, mengatakan, dirinya telah berbuat yang terbaik pada acara debat capres putaran pertama di studio I Trans TV, Jakarta, Kamis (18/9) malam. Selebihnya, kata JK, biarkan masyarakat yang menilainya.

"Menurut Anda sendiri, bagaimana debatnya? Saya serahkan kepada masyarakat bagaimana menilai kami setelah mendengar visi-misi dan solusi kami dalam menyelesaikan sejumlah persoalan," ujar JK kepada para wartawan seusai tampil pada debat capres, Kamis.

JK mengakui, substansi debat tersebut kurang mendalam karena terbatasnya waktu yang tersedia. Terkait dimunculkan lagi sesi yang memungkinkan para capres saling melemparkan pertanyaan, JK tidak menyetujuinya.

"Ini sudah ketentuan KPU. Kita jalani saja. Ini memang sudah formal resminya," ujar JK. Sementara itu, capres SBY, yang juga presiden RI, mengatakan, debat capres sangat membantu masyarakat dalam menentukan pilihan capresnya pada Pemilu Presiden 2009 mendatang.

"Inilah debat yang sesuai dengan budaya kita. Kita tidak perlu mengikuti debat seperti yang diadakan di Amerika Serikat," ujarnya.

Wednesday, June 17, 2009

Komisi III Nilai Kejaksaan Lalai Biarkan Joko S Tjandra Kabur

Kejaksaan Agung (Kejagung) adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas kaburnya terpidana hak tagih (cessie) kasus Bank Bali Joko S Tjandra. Kejaksaan dinilainya sudah lalai.

"Joko Tjandra kemarin tidak hadir itu kelalaian pihak Kejaksaan Agung." ujarnya usai mengikuti rapat dengan Pansus RUU Tipikor di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/6/2009) malam.

Trimedya juga menilai Kejaksaan tidak responsif mengamankan Joko, "Padahal mereka kan memiliki pengalaman terhadap para tersangka dan terpidana lainnya," katanya.

Politisi PDIP ini juga mempertanyakan kenapa Joko begitu mudah dan cepat kabur dari wilayah Indonesia. "Kenapa kok begitu cepat (kabur) itu?" tanyanya.

Kalau memang benar Joko kabur, sambung Trimedya, itu membuktikan kalau Joko yang konglomerat itu memiliki akses yang mudah untuk kabur ke luar negeri.

Karena itu dia meminta dilibatkan pihak imigrasi dan Interpol dalam mengejar Joko. "Harus dilakukan kontak-kontak ke jaringan Interpol dan imigrasi untuk menghadirkan Joko," pintanya.

Pejabat BUMN Jadi Tim Sukses

Tanri Abeng: Saya Tahu Aturan, Tak Pernah Terlibat Tim Kampanye

Komisaris Utama PT Telkom Tanri Abeng mengatakan tidak tahu kalau dirinya dimasukkan menjadi bagian tim kampanye Jusuf Kalla (JK)-Wiranto. Aturan dalam UU Pilpres cukup jelas, sehingga Tanri tak pernah melibatkan diri dalam tim kampanye.

"Pertama, saya tahu aturan. Karena itu saya tidak pernah ikut terlibat dalam tim sukses termasuk tim kampanye nasional. Mungkin karena saya anggota Dewan Penasihat Partai Golkar saya dimasukkan ke Dewan Penasihat tim sukses," ujar Tanri.

Hal itu disampaikan Tanri usai memberikan keterangan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (17/6/2009).

Tanri mengaku kalau dirinya baru tahu bahwa dimasukkan Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto dari media massa tanggal 12 Juni lalu. Dia pun mengapresiasi tim kampanye pimpinan Fahmi Idris itu. Namun dirinya sadar, bahwa dia harus mundur karena masih menjabat sebagai komisaris.

"Tapi saya tidak mungkin ikut karena status komisaris. Demi konsistensi dan Perundangan, sebaiknya nama saya dimundurkan saja dari tim kampanye nasional itu," imbuhnya.

Dia pun menegaskan dirinya tak pernah diberi tahu saat namanya dimasukkan ke tim kampanye nasional.


"Saya tidak tahu karena tidak diberi tahu. Saya tidak pernah ikut karena saya tahu aturan ini jelas sekali. Kalau saya ditanya sebelumnya saya akan katakan saya tidak bisa. Pasti itu sudah saya katakan," tegasnya.

Sebelumnya Ketua Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto, Fahmi Idris mengatakan semua yang menjadi komisaris BUMN sudah diberi tahu.

"Yang tidak tahu cuma Pak Rekson saja. Yang lainnya tahu," tutur Fahmi.

Sunday, June 14, 2009

Mengeluh Dikeroyok, SBY Dinilai Berpolitik Melankolis


Jakarta - Pernyataan capres Partai Demokrat (PD), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang merasa dikeroyok dalam politik, dinilai tim sukses JK-Wiranto sebagai politik melankolis. SBY dinilai hanya meminta belas kasihan rakyat agar memilihnya dalam pilpres Juli nanti. "Pernyataan SBY yang menyatakan dirinya dikeroyok dan menilai yang mengeroyok tidak ksatria itu hanya politik melankolis," tutur Juru Bicara Tim Sukses JK-Wiranto, Yuddy Chrisnandi. Hal ini disampaikan Yuddy sesaat setelah mendarat di Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, seusai mendampingi kampanye JK-Wiranto di Sumatera Barat, Minggu (14/6/2009). Menurut Yuddy, SBY melakukan segala cara untuk mencari dukungan dalam pilpres. Salah satunya dengan berharap dikasihani dan dipilih menjadi presiden untuk kedua kalinya. "Itu adalah politik membangun opini agar dikasihani oleh rakyat," ujar Yuddy. Menurut Yuddy, SBY harus memperjelas kepada siapa tudingan itu diarahkan. Kalau JK-Wiranto sasarannya, Yuddy menuturkan tidak ada yang berniat mengeroyok SBY. "Seolah-olah SBY dikeroyok padahal siapa juga yang mengeroyok dia seharusnya dia bilang siapa yang mengeroyok," imbuh Yuddy. "Saya tidak mengatakan SBY tidak ksatria tapi dia seharusnya tegar," tegasnya.

Bertemu Etnis Thionghoa - Prabowo Bantah Jalankan Kudeta Mei 98


Jakarta - Cawapres Prabowo Subianto kembali menjelaskan peristiwa kelam Mei 98. Di hadapan komunitas masyarakat Tionghoa, purnawiraan yang saat itu menjabat Pangkostrad membantah tuduhan dirinya akan melakukan kudeta.

"Banyak tuduhan segala macam, termasuk kudeta. Tapi tidak terbukti karena memang saya tidak melakukannya. Itu karena saya percaya pada prinsip demokrasi," kata Prabowo.

Hal ini disampaikan dia dalam dialog dan tatap muka dengan Forum Demokrasi Kebangsaan Masyarakat Tionghoa di Restoran Nelayan, Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (13/6/2009).

Menurut Prabowo, demokrasi menghargai hak dan kebebasan masyarakat untuk menentukan suatu pemerintahan yang sah, dan bukan lewat cara-cara seperti kudeta.

Selain itu, lanjutnya, demokrasi juga menghargai hak-hak warga minoritas. Tidak semua kebijakan harus ditentukan oleh rule of majority.

"Tidak semua apa maunya mayoritas harus diterima 100 persen, dan minoritas harus tunduk," tegasnya.

Prabowo dan Film Saving Private Ryan

Jakarta - Film Saving Private Ryan mengisahkan sekelompok prajurit yang betugas mencari prajurit James Francis Ryan. Ryan harus dipulangkan karena seluruh saudaranya tewas dalam perang dunia ke II. Ternyata ada kemiripan kisah ini dengan keluarga cawapres Prabowo Subianto. Seperti apa kisahnya?

"Kalau film Saving Private Ryan adalah kisah tentang kakak beradik yang gugur untuk Amerika Serikat, keluarga saya pernah mengalami hal serupa yaitu gugurnya dua pemuda yang masih remaja sebagai kusuma bangsa demi tercapainya kemerdekaan Indonesia," tulis Prabowo Subianto.

Prabowo menulis hal itu dalam sambutannya di buku 'Membangun Kembali Indonesia Raya' yang diterbitkan oleh Institut Garuda Nusantara, Maret 2009.

Pada 26 Januari 1946, Mayor Daan Mogot memimpin sekitar 60 kadet dan perwira BKR untuk melucuti senjata tentara Jepang di Lengkong, Tangerang. Namun akhirnya mereka terlibat baku tembak dengan tentara Jepang. Peristiwa ini dikenal sebagai peristiwa Lengkong.

33 Kadet dan tiga perwira gugur dalam peristiwa ini. Dua diantaranya adalah paman Prabowo. Subianto Djojohadikusumo yang menjadi perwira Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan adiknya, Suyono Djojohadikusumo, seorang kadet angkatan pertama Akademi Militer di Tangerang.

"Saya ingat selalu dibawa ke Taman Makam Pahlawan Tangerang. Di rumah kakek, saya selalu diantar ke kamar paman-paman saya. Di sana masih terdapat peralatan militer mereka," ungkap Prabowo.

Menurut mantan Danjen Kopassus ini, kisah-kisah heroik inilah yang mendorong dirinya kemudian memutuskan mendaftar sebagai Taruna Akademi Militer di Magelang.

Kubu JK Bantah 'Cuekkan' Manohara

bersilatuhrahmi dengan Jusuf Kalla (JK), namun Manohara tidak bisa bertemu dengan calon Presiden bernomor urut tiga ini. Pihak JK pun membantah jika pihaknya mengacuhkan Manohara.

"Tidak ada yang tahu dan kami tidak diberi tahu sebelumnya jika dia akan datang,"ujar Juru Bicara tim Kampanye JK-wiranto Yuddy Crisnandi kepada wartawan usai menghadiri kampanye JK-Wiranto di Padang, Sumbar, Minggu (14/6/2009).

Menurutnya kedatangan Manohara ditempat tersebut tidaklah tepat jika ingin menyelesaikan kasusnya.

"Momennya tidak tepat juga, itukan sedang kampanye dialogis tentang membangun kesejahteraan. Masa membahas rumah tangga orang," terang Yuddy.

Sebelumnya, Manohara datang pada saat JK sedang melakukan kampanye dialogis dengan masyarakat kalangan bawah di Cilincing, Jakarta Timur.

"Tidak perlu ditangani Wapres, cukup pihak kepolisian dan Deplu. Toh langkah Deplu sudah memadai, banyak yang harus diperhatikan juga," papar Yuddy.

Saling Klaim Perdamaian Aceh (Pengamat: Itu Risiko Perpecahan Politik SBY-JK)

Jakarta - Klaim Jusuf Kalla (JK) terhadap sukses perdamaian di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dianggap tidak melanggar etika pemerintahan. Sebab pemerintahan sekarang sedang demisioner. Jadi baik SBY maupun JK tidak lagi dilihat sebagai pasangan presiden dan wakil presiden.

"Mereka berduan saat ini posisinya setara. Keduanya sama-sama sebagai politisi yang sedang bersaing di pilpres. Jadi kalau kubu SBY menuding JK melanggar etika pemerintahan, tidak relevan," jelas pengamat politik UI Rocky Gerung melalui pesan singkatnya kepada detikcom, Minggu (14/6/2009).

Dikatakan Rocky, sebelumnya SBY juga pernah beberapa kali menyinggung JK. Baik saat deklarasi maupun di masa kampanye pilpres.

Jadi, Menurut Rocky, aksi saling serang antara SBY-JK merupakan sebuah risiko bila perpecahan politik didasari masalah personal antar mereka berdua.

"Biar saja dua politisi itu berkampanye sebagai sesama kandidat. Toh realitas kabinet dan pemerintahan kenyataannya sudah terbelah. Jadi mulailah dengan realitas itu. Bukan dengan analisa normatif tentang etika pemerintahan," tandasnya.

Sebelummnya, Sabtu (13/6/2009), Jusuf Kalla melontarkan kritikan terbuka kepada SBY mengenai siapa yang paling berjasa di balik suksesnya perundingan damai Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). JK menyampaikan hal itu saat berbicara di Anjong Monmata, Banda Aceh.

"Coba periksa, tidak ada tandatangan siapapun kecuali tanda tangan saya di dalam perjanjian perdamaian Helsinki. Saya pernah minta tandatangan soal partai lokal, tetapi presiden tidak mau. Akhirnya saya yang menandatangani dengan segala risiko setelah 10 kali saya membaca surat Yasin bersama istri saya," kata JK saat itu.

Namun kubu SBY menampiknya, dengan mengatakan semua tindakan yang dilakukan
wapres JK dalam perdamaian di NAD, atas perintah SBY.

Hanya Ilalang di Padang Balap Ben Hur

Roma - Hari ini yang tersisa hanyalah padang ilalang di sebuah lapangan besar. Tidak terbayangkan jika 2.000 tahun lalu, inilah lokasi Circus Maximus, balapan kuda perang Ben Hur yang melegenda.

Dalam kisah klasik Ben Hur, sang tokoh utama mengikuti pertandingan balap kereta Chariot demi menyelamatkan keluarganya. Balapan kuda perang ini sangat populer di Roma saat itu, meskipun terkenal brutal dan kerap meminta korban nyawa.

Menurut sejarahnya, sirkuit Circus Maximus berbentuk elips mirip sirkuit balap Indianapolis, AS di masa modern ini. Panjang jarak satu putaran sekitar 1,2 km dan lebar jalur balapan sekitar 50 meter. Sebagai penanda putaran ada sebuah tugu Obelisk. Sementara tanah di tengah elips sengaja ditinggikan menjadi semacam dinding panjang bernama Spina.

Sayangnya, sekarang ini nyaris tidak ada yang tersisa dari sebuah tempat balapan legendaris. Saat wartawan detikcom Fitraya Ramadhanny berkunjung pada Sabtu (6/5/2009), yang tampak adalah sebuah lapangan besar penuh ilalang. Tidak tampak adanya turis yang sedang berkunjung.

Bukit Palatine di sisi utara Circus Maximus masih merupakan reruntuhan istana Caesar. Dahulu Caesar menonton balapan, langsung dari balkon istana. Sementara bukit Aventine di sisi selatan masih menyisakan kesan dahulu disinilah jejeran tempat duduk bagi rakyat jelata menonton balapan.

Obelisk yang dipasang Agustus Caesar sudah sejak abad ke 16 dipindahkan oleh Paus Sixtus V ke Piazza del Popolo. Namun di sisi timur masih ada sisa menara dan diberi pagar cukup luas. Rupanya aktivitas arkelogi masih dilakukan sampai saat ini. Sementara dinding Spina di tengah lapangan, kini hanya menjadi gundukan tanah panjang setinggi satu meter.

Balapan Chariot tentu saja tinggal kenangan. Aksi penuh ketegangan itu kini digantikan dengan anak-anak Roma bermain sepakbola atau para manula berjalan-jalan dengan anjing kesayangan. Ada juga rombongan remaja Pramuka berlatih baris berbaris. Sementara mereka yang berpacaran asyik bercumbu di sudut-sudut lapangan.

Circus Maximus nasibnya tidak seperti Colosseum yang masih kebanjiran turis. Sirkuit balap kuno ini sekarang hanya menjalani hari-hari tenang menjadi taman bagi warga Roma menikmati senja.

Dukungan Pembuat Tempe untuk Mega-Prabowo

Jakarta - Kalangan pembuat tempe di kawasan Kalideres, Jakarta Barat, berkomitmen mendukung Mega-Prabowo dalam pilpres Juli mendatang. Dukungan diberikan, karena pasangan capres cawapres itu diyakini memiliki keseriusan dalam meningkatkan kesejahteraan para pembuat dan penjual tempe.

Menurut beberapa pembuat tempe, dukungan yang disampaikan dalam bentuk deklarasi tersebut murni inisiatif mereka sendiri, digerakkan langsung oleh komunitas pengrajin dan pembuat tempe. "Karena kami yakin pasangan Mega dan Prabowo akan memperjuangkan nasib kami," kata Suhirman, salah seorang pembuat tempe.

Menyikapi dukungan itu, salah seorang tim pemenangan Mega-Prabowo, Joni Sinaga mengungkapkan, pemimpin ke depan haruslah pemimpin yang mempunyai keberpihakan yang jelas pada pengusaha kecil. Pasalnya, selama ini pengusaha kecil – termasuk pengrajin dan pembuat tempe – termarjinalkan serta kurang diperhatikan.

Karena itu, pasangan Mega-Prabowo tanpa ragu meneguhkan komitmennya mendorong peran pengusaha kecil dan menengah untuk beroleh prosi yang signifikan dalam akselerasi pembangunan sekaligus memperoleh akses usaha yang lebih baik.

"Deklarasi para pengrajin dan pembuat tempe adalah bentuk kepercayaan pada Ibu Mega dan Pak Prabowo, sebagai capres dan cawapres yang pro rakyat kecil. Kita pegang teguh kepercayaan itu dengan sekuat tenaga mewujudkan perbaikan kehidupan rakyat kecil," kata Sinaga.
 

©2009 Kabar Harian | by TNB